oleh: Melda Megawati Bernouli (Ketua Yayasan Pembina Matematika dan IPA)

Perjalanan panjang bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka sudah memasuki usia ke-80 tahun. Tentunya, bukan waktu yang singkat untuk terus menata diri, berjuang untuk menjadi  bangsa yang berdaulat, bangsa yang merdeka, bangsa yang mampu berdiri di atas kaki sendiri, serta bangsa yang dapat menentukan arah kebijakannya sendiri tanpa campur tangan pihak luar.

Dalam memperingati Hari Kemerdekaan RI, bangsa Indonesia diingatkan untuk tidak hanya menggelar upacara seremonial dengan mengibarkan bendera, tetapi lebih dari itu sebaiknya mengambil waktu untuk merefleksikan makna kemerdekaan yang sesungguhnya. Sudahkah benar-benar merdeka sebagai bangsa? Sudahkah anak-anak merdeka untuk bermimpi tanpa terbatas ketimpangan akses pendidikan? Sudahkan para pendidik merdeka untuk berinovasi tanpa dibelenggu oleh sistem pemerintahan yang kaku? Dan lebih luas lagi, sudahkah bangsa ini benar-benar merdeka dari ketimpangan pengetahuan? Karena sejatinya, kemerdekaan bukan hanya terlepas dari penjajahan fisik atau politik, tetapi juga harus hadir dalam bentuk kebebasan berpikir, berkarya, dan belajar. 

Pendidikan memiliki peran penting sebagai tolak ukur bagi kemerdekaan yang sesungguhnya. Pendidikan harus merata dan bermutu, karena jika tidak maka kemerdekaan hanya akan menjadi sebuah simbol yang kehilangan substansinya. Selain itu, kemerdekaan adalah sebuah proses yang menuntut komitmen jangka panjang. Komitmen ini harus didorong dengan keberanian untuk berpikir kritis, keinginan untuk berubah, dan kerjasama untuk membangun generasi yang tangguh dan bernalar.

Dalam memaknai kemerdekaan, Yayasan Pembina Matematika dan IPA (YPMIPA) mengambil peran strategis dengan menghadirkan solusi konkret di lapangan. Bagi YPMIPA, penguatan numerasi dan literasi sains bukan hanya sekedar keterampilan akademik, tetapi sebagai fondasi berpikir logis.

Dengan menggabungkan teori Realistic Mathematics Education-Freudenthal dengan Multiple Intelligence-Howard Gardner menekankan bahwa pembelajaran sebaiknya harus berangkat dari pengalaman nyata anak dan harus mampu memfasilitasi beragam kecerdasan (visual, linguistik, kinestetik, interpersonal dan logis), hal tersebut tercermin dalam 4 program utama YPMIPA, Aksi Ruang Numerasi dalam Narasi (ARUNA), Buku Numerasi Anak (BUNA), Satu Semester Tanpa Pena (SEMESTA) dan Guru ReKreAsI (Realistik, Kreatif, Aspiratif dan Inovatif). Keempat program tersebut menyentuh anak, guru dan masyarakat umum dengan menghadirkan pendekatan numerasi dan literasi sains yang mudah dan menyenangkan, melalui film, buku cerita, pelatihan guru, perlombaan, dan pameran.

Sejalan dengan pernyataan Bapak Prabowo Subianto kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Bapak Abdul Mu’ti pada awal kepemimpinannya dalam rapat terbatas di Istana Presiden, 22 Oktober 2024 yang lalu, menekankan pentingnya kualitas pembelajaran, metode belajar, hingga pelatihan bagi guru matematika. Pak Prabowo juga menyinggung soal peningkatan kualitas melalui pembelajaran matematika dari  kelas 1-4 SD, termasuk peluang dari tingkat paling dini yaitu taman kanak-kanak. Oleh karena itu, dalam setiap programnya YPMIPA memberikan ruang untuk setiap anak berekspresi dan berinovasi sehingga mereka mampu berpikir kritis dan percaya diri dalam memecahkan masalah sehari-hari.

Tidak ada perjuangan yang dapat dijalankan seorang diri. YPMIPA sangat memahami bahwa kemajuan pendidikan dapat dicapai melalui kolaborasi dan kemitraan dengan berbagai pihak, pemerintah, lembaga pendidikan, dunia industri, dan masyarakat luas. Kemerdekaan dalam pendidikan juga berarti membangun ekosistem yang saling mendukung, di mana semua pihak setuju untuk menciptakan visi bersama yaitu pendidikan yang merata dan bermakna. Melalui sinergi ini, YPMIPA memperluas jangkauan dan dampak program-programnya, agar semakin banyak individu yang merasakan hakikat dari kemerdekaan belajar.

Dirgahayu Indonesia ke-80. Mari wujudkan kemerdekaan yang utuh melalui numerasi dan literasi sains.